Immanuel Kant adalah filsuf yang berhasil mensintesiskan konsep rasio dan empiris, meskipun sebenarnya kedua konsep tersebut tidak dipertentangkan oleh masing-masing filsuf yang mengemukakan konsep rasio dan empiris. Konsep yang dikemukakan oleh Kant berdasarkan pada penalaran meskipun juga membicarakan intuisi, namun intuisi yang dibahas oleh Kant juga tidak dapat dikatakan setidaknya setara dengan konsep intuisi yang ada dalam Islam, semakin menguat bersamaan dengan menguatnya kedekatan seorang hamba kepada Allah.
Dasar argumentasi Kant terhadap sesuatu yang dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan ia namakan sebagai judgment/putusan yang terbagi menjadi tiga yaitu Judgment Analitis Apriori (pengetahuan yang mendahului pengalaman), Judgment Sintesis Aposteriori (pengetahuan yang membutuhkan identifikasi), dan Judgment Sintesis Apriori (pengetahuan yang membutuhkan identifikasi namun dapat diketahui secara apriori).
Sebenarnya tiga teori Kant mengenai ilmu pengetahuan ini tidak sepenuhnya bertentangan dengan konsep Islam, hanya saja dalam mengidentifikasi hal yang bersifat metafisik seperti ilmu kosmologi, psikologi dan teologi, di masa tersebut, tidak diidentifikasikan sebagai ilmu pengetahuan. Sehingga berdampak pada konsep Islam yang menjadikan khabar shadiq sebagai sumber ilmu pengetahuan. Konsekuensi lain dari tiga judgment yang dikemukakan Kant adalah penyempitan dan sekularisasi makna intuisi. Kant menyimpulkan bahwa intuisi hanya terbatas pada fenomena yang terkait pada objek nampak dan berkaitan pada ruang dan waktu.
Padahal menurut Prof. Al-Attas, intuisi termasuk indera internal yang merupakan tahap dari masukan yang bersumber dari indera eksternal yang diolah dan amat dipengaruhi dari makna yang Allah berikan kepada seorang hamba. Sehingga ketika seseorang tidak memiliki kedekatan kepada Allah, hampir pasti bahwa ‘ilmu pengetahuan’ yang ia miliki bersumber dari dugaan yang jauh dari benar dan dipengaruhi oleh pemahaman masa lalu.
Misal, analisis terhadap manusia pra-sejarah yang merupakan evolusi dari entitas lain atau semua makhluk hidup, hewan dan tumbuhan, sejatinya bersumber dari satu spesies yang sama. Meskipun dalam membuktikan hipotesa yang memberi jawaban atas pertanyaan, “Dari mana kah manusia berasal” juga berdasarkan pada bukti-bukti empiris dan dapat diterima oleh rasio, namun tetap saja ada kekosongan-kekosongan data empiris yang dipenuhi oleh intuisi-intuisi arkeolog atau peneliti yang mengarahkan pada kessimpulan bahwa proses evolusi adalah mula dari diversitas organisme.