Untuk seseorang yang aku tak tahu persis bagaimana seharusnya perasaanku padamu.
Hmm, bagaimana langitmu?
Adakah kiranya ia lengang bersinar menyejukkan, namun memberikan sesak rindu di tiap tempias rintik, seperti langitku?
Adakah kiranya peluhmu sore ini beradu dengan gemericik hujan, yang kamu sambut dengan senyuman dan larian kecil sambil menutupi kepala, sedang aku disini menantinya dengan telapak tangan terbuka?
Lalu, bagaimana dengan mimpimu?
Apakah dirimu sudah sudi menyisipkan namaku untuk setidaknya ada di deretan bawah “impianmu yang akan segera terwujud”?
Ah, belum?
Baiklah, masih ada banyak waktu, aku pun sedang memantaskan diri.
Sekiranya aku seorang yang cukup berani, pastilah laman chat-mu sudah berisi pertanyaan tentang kabar, pertanyaan-pertanyaan salah tingkah atau mungkin cerita aku yang melakukan petualangan sendirian lagi.
Seperti kemarin pagi, seharusnya aku sudah menginjakkan kaki di Masjid Andalusia.
Aku berencana menceritakan kepadamu, tentang Andalusia dari awal penaklukannya hingga nafas terakhir pejuang muslim disana. Entahlah, aku sangat ingin bercerita tentang Andalusia, seperti kamu pernah hidup disana.
Banyak sekali tempat-tempat yang ingin aku kunjungi hanya karena mungkin tempat yang sama pernah kamu pijak, dan banyak tapak yang tidak tampak.
Mungkin benar, disini, jejak-jejak dan bayang-bayang masih akan sulit pudar.
Mungkin benar, bertemu pun juga bukan hal yang sulit.
Namun, tidak mengertikah kau Tuan, tidak mudah bagiku untuk menengadahkan wajah ke hadapmu dalam tiap papas?
Maka, aku lebih memilih mencari tapak, menyusuri jejak. Hingga aku lelah berpetualang, memilih untuk beristirahat dan bermain ayunan.
Sampai tiba saatnya, kamu datang untuk mendengarkan semua cerita petualangan.
— — — — — — — — — — — — — — — — - — — — — — — — — — —
Hobi Nulis Diary
Dulu siapa yang hobi nulis diary?
Tulisan ini sudah beberapa kali aku repost, di Tumblr dan di Instagram.
Tapi yang lucu adalah aku sama sekali gak ingat, kenapa aku menulis ini hahah~
I try to recall, but it still reminds me of nothing.
Di sela-sela kesibukan beberapa hari kemarin, aku kembali membuka tulisan lama di Tumblr. Tempat pertama kali tulisan ini ku tulis dan tempat aku pertama kali nulis banyak hal.
Bagi yang punya Tumblr, pasti tau Tumblr itu micro-blog yang kebanyakan kontennya adalah tulisan-tulisan romantis.
Dulu sering banget nulis disitu, sampai jumlah followers mencapai 6K. Well, gak se-famous akunnya Kurniawan Gunadi, Edgar Hamas atau Taufik Aulia sih pastinya. Tapi di Tumblr, kalau tulisan kamu gak cukup menggugah dan ‘nelongso’ banget, untuk mencapai followers 100 saja sangat sulit.
Tulisan aku juga gak bagus-bagus banget, buktinya gak terkenal kan sampai sekarang? Hehe…
Nah, di waktu aku kembali ke Tumblr lama aku itu, aku ketawa-ketawa aja beberapa kali aku membaca tulisan yang kok rasanya bucin banget, tapi aku gak malu karena banyak banget yang gak aku ingat.
Aku gak ingat kenapa aku nulis itu.
Aku gak ingat siapa ‘dia’ atau ‘kamu’ atau ‘kalian’ atau ‘mereka’ atau ‘aku’ di tulisan itu.
Aku gak ingat perasaan aku saat itu sedang gimana, sampai yang ada di pikiran aku adalah kebingungan-kebingungan: “Hah? Ayu, aku rasanya mau balik lagi ke masa-masa itu untuk ngasih tau, kamu tuh nanti di masa depan bahkan gak tau apa yang kamu lakukan dulu…”
Well, gak semua sih.
Ada memang tulisan-tulisan yang aku masih ingat di beberapa tahun yang lalu, karena dulu aku menulis untuk ‘healing’ juga. Since I cried for almost five to six hours a day for maybe six or seven months if don’t lost count.
I’m fine right now and just like all those things I forget easily, it doesn’t bother me anymore.
I feel like… It’s a bless
Di saat mungkin kebanyakan orang berusaha menghapus tulisan-tulisan di masa lalunya, mungkin di Facebook atau di Instagram atau di blog atau di media lainnya. Aku adalah salah satu yang belum melakukan itu.
Bukan karena mengenang, melainkan aku sama sekali, I definitely have no idea, I don’t remember at all. That’s why it doesn’t bother me (?)
Ya kalian silakan baca aja tulisan-tulisan itu dan mencoba menggoda atau meledek aku atas semua tulisan-tulisan itu. Haha pasti aku takkan menggubris, karena aku memang tak mengingatnya.
Beberapa dari tulisan yang aku ingat memang berkaitan dengan gagal masuk kedokteran, gagal taaruf, gagal nikah, gagal mempertahankan persahabatan sepuluh tahun lebih, gagal naik jabatan atau beberapa kegagalan lainnya.
Semua kegagalan-kegagalan itu gak ada yang aku sesali, because I always make sure that when I do really want something, I will try my very very very best. So the rest would be tawakal (tapi kalo dulu konsepnya bukan tawakal sih, lebih pada ketidakpedulian dan pasrah aja he he)
Aku kayaknya, seingat aku ya, udah dua apa tiga kali deh, menawarkan diri untuk taaruf wkwk. Lucunya, cuma satu yang aku ingat Haha Haha… :D
Tapi Qadarullah Alhamdulillaah, belum ada yang jadi.
Ntar abis lulus kuliah aku langsung mengajukan lagi insyaaAllah.
Begitu juga di kegagalan-kegagalan lainnya, untuk perempuan seusia aku, mungkin banyak yang menganggap aku ‘belum kelar’ dengan diri sendiri.
Ya istilah ‘belum kelar’ ini konteksnya pasti materialistis sih, ya lulus kuliah, karir, pencapaian, dlsb.
Well, memang banyak hal dari konteks tersebut yang berkaitan erat dengan keputusan-keputusan aku, but I never regret.
Because I’m trying my very best, I gave my all, I pursue, I push myself to the very last breath.
Dan keputusanku sekarang untuk belajar lagi, juga aku lakukan dengan sebaik-baiknya dan dengan tawakal.
But when I said enough, that’s the line.
When it comes to love, aku juga gak pernah sampai menyesal banget pernah kenal, menyesal pernah suka, atau penyesalan-penyesalan lainnya.
Just like what Lobo said,
I love you too much to ever start liking you, so let’s just let the story kind of end.
I love you too much to ever start liking you, so don’t expect me to be your friend.
Ini filosofi dulu banget sih.
Tapi emang masih relevan untuk sekarang, hal-hal kayak begini lah yang perlu dijadikan prinsip supaya bisa fokus ke hal-hal yang lebih penting.
It works on me for many years, anyway.
I had that time when I proposed taaruf and everything was going so well until a few hours before that guy came to my house with his waliy for khitbah, he dumped me.
I was like, OK. No tears, no regret, and guess what, a week later his dad called me, I didn’t even answer the phone. I even read all those regret letters he gave to ‘no one’ on his social media.
LOL
Kalau memang sesuatu sudah tidak bisa diapa-apakan lagi, padahal kamu sudah berjuang dan melakukan yang terbaik. Itulah saatnya kamu membalik halaman dan menulis hal lain.
Gak perlu diingat-ingat dan dikenang melulu, karena akan semakin banyak kata ‘seandainya’ and that’s what shaytan always wants.
It wants to make you sad about your past and worry about your future at the same time.
Kamu cuma perlu jadi orang yang gak membahas, gak mengingat, gak mengenang, gak nyapa duluan dan gak memulai semua yang telah berlalu. Hingga akhirnya, kamu gak akan ingat itu semua karena sudah gak penting lagi. Kamu akan fokus untuk hidup kamu di hari-hari berikutnya.
Hal ini juga sering banget dibahas di materi pra-nikah, pastikan luka-luka kamu di proses dengan orang-orang yang sebelumnya sudah sembuh dan selesai.
Dan hal ini juga yang harus kamu pegang untuk melalui hidup kamu tanpa penyesalan. Yakinlah, apapun urusannya, saat kita sudah melakukan yang terbaik kemudian tawakkal, lalu tidak sesuai dengan rencanamu, pasti itu lebih baik bagimu.
Rencanamu takkan pernah setara apalagi lebih baik dibandingkan rencana-Nya.
That’s how to never read the same pages on your life book. :)
Semoga kabarmu baik.